Pengembangan Panasbumi terkendala besarnya investasi pemboran eksplorasi. Pemboran untuk menemukan sumber uap panas bumi yang memenuhi syarat kualitas & kuantitas, bagi pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP). Pembangkit yang menghasilkan output Kwh listrik yang dibeli PLN. Satu sumur eksplorasi bisa memakan biaya lebih Rp. 100 Milyar. Ini terasa memberatkan bagi pertaruhan para investor, karena hasil pemboran bisa “Nihil ZONK”
Pemerintah membuat program bersumber APBN untuk pemboran slim hole alias lubang mini. Ukuran sumur pemboran lebih kecil, tentu membutuhkan rig dan pipa bor yang lebih kecil, serta pra sarana lebih sedikit, & waktu pemboran lebih singkat. Efiseinsi biayanya mencapai 50 %_nya daripada sumur pemboran normal. Nah, hasil data pemboran slim hole inilah, ditawarkan lelang kepada para investor.
Sehingga investor merasa lebih ada kepastian mengenai potensi uap panas bumi yang terkandung. Akhirnya investor lebih berani adu pertaruhan, memberikan penawaran harga listrik terendah sebagai outputnya. Kelak investor yang menang, diharuskan membayar ganti atas biaya APBN Slim Hole. Kendalanya kelak ialah, bahwa investor tetap harus membor sumur baru berukuran besar (sebenarnya).
Ini yang menjadi double biaya pemboran. Namun karena kepastian hasil berkat data slim hole tersebut, sehingga perhitungan pembebanan biaya tersebut, bisa terukur resikonya oleh investor . Alhasil investasi panas bumi bergairah tahun akhir-akhir ini. Ditambah ada insentif fiskal dan kemudahan lainnya.
Gallery Album
Gairah Bisnis Panasbumi Karena Slim Hole
Sebelah kiri Tito Loho, adalah Dirjen EBTKE- Kemen ESDM Bapak Yudo. Di sebelahnya lagi adalah Direktur Panas Bumi ESDM Bapak Haris Yahya, diikuti Bapak Alimin Ginting (PT. CBN) konstruksi